Infokom DPP PPNI - Peran dan Kontribusi Persatuan Perawat Nasional (PPNI) semakin dibutuhkan dalam mendukung peningkatan kesejahteraan bagi anggota Perawat.
Demi upaya tersebut Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PPNI Provinsi NTT yang diketuai Aemilianus Mau melaksanakan survei independen dengan melibatkan 557 responden pada 17-22 September 2025.
Survei ini dilakukan kepada para Perawat yang bekerja di fasilitas kesehatan atau faskes swasta di Provinsi NTT, dimana menunjukkan 91 persen diantaranya mendapat gaji di bawah standar Upah Minimum Provinsi (UMP).

Berdasarkan hasil survei, bahwa dari jumlah itu, 473 orang (85 persen) bekerja di rumah sakit swasta, sementara sisanya di klinik, home care (layanan medis langsung di rumah pasien) dan Perawat desa.
Hasil survei itu menunjukan 3,4 persen responden mendapat gaji kurang dari Rp500.000 dan 31,2 persen atau mayoritas antara Rp500.000-Rp1.000.000 per bulan.
Selain itu, 21 persen diantaranya mendapat gaji antara Rp1.000.000-Rp1.500.000 dan 12,9 persen antara Rp1.500.000-Rp2.000.000.
Ada 22,8 persen yang melaporkan gaji antara Rp2.000.000-Rp2.500.000. Kendati dalam kategori ini sebagian sudah melampaui ketentuan UMP NTT Rp2.328.969,69, namun tetap pada batas margin maksim setelah ditambah jasa pelayanan.
Jadi, ada total 91,3 persen Perawat yang gajinya di bawah UMP NTT.
Melalui survei itu, hanya 8,7 persen yang melampaui UMP. Rinciannya 5,9 persen dengan gaji pada kisaran Rp2.500.000-Rp3.000.000, 2 persen antara Rp3.000.000-Rp3.500.000, dan 0,4 persen masing-masing pada rentang Rp3.500.000-Rp4.000.000 dan Rp4.000.000-Rp4.500.000.
Selain soal gaji, survei PPNI juga mengungkap aspek lain, seperti 85,8 persen responden yang tidak menerima tunjangan jabatan fungsional, 48,7 persen tidak mendapat jasa pelayanan, 38,8 persen belum memiliki asuransi kesehatan dan 75,8 persen tidak memperoleh tunjangan pensiun.
Aemilianus Mau mengatakan bahwa hasil survei ini menjadi pijakan mereka untuk advokasi.
“Kami akan menyurati gubernur, bupati/wali kota, DPRD, Dinas Kesehatan, Dinas Nakertrans, dan Ombudsman agar memastikan setiap fasilitas kesehatan di NTT mematuhi ketentuan UMP,” katanya, sesuai yang diliris floresa.co.
Pasca Temuan Ombudsman
Kegiatan survei itu digelar beberapa hari setelah Ombudsman RI Perwakilan NTT mengumumkan temuan tentang Para Perawat di rumah sakit pemerintah dan swasta yang hanya menerima gaji antara Rp800.000-Rp1.250.000 per bulan.
Dengan kisaran gaji demikian, maka Perawat pada rumah sakit di NTT hanya mendapat gaji rata-rata 43,95 persen dari UMP.
Dalam pernyataan kepada Floresa pada 17 September, Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton berkata, lembaganya juga menemukan masalah insentif dan jasa pelayanan yang sering kali tidak dibayar.
Padahal, katanya, Perawat harus bekerja dengan jam panjang, risiko tinggi, dan beban kerja berat karena jumlah tenaga tidak sebanding dengan pasien.
Darius menyebut kondisi ini mencerminkan lemahnya pengawasan ketenagakerjaan di sektor kesehatan.
Dirinya mengaku sudah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) NTT, Selvy Pekujawang untuk mengerahkan pengawas ketenagakerjaan melakukan monitoring ke rumah sakit. (IR)
Sumber : Media online floresa.co