Infokom DPP PPNI - Rasa kekecewaan kembali terjadi kepada Perawat setelah bekerja di institusi pelayanan kesehatan namun tertunda menerima imbalan jasanya.
Sejumlah tenaga kesehatan yang bekerja di salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, RS Misi Lebak menyuarakan protes lantaran jasa pelayanan (jaspel) yang seharusnya menjadi hak mereka tak kunjung dibayarkan.
Diketahui, mereka tidak menerima haknya itu sejak dua bulan terakhir.
Sementara itu Koordinator Aksi, Ricky mengatakan bahwa pihaknya sudah berulang kali meminta kejelasan dan berupaya melakukan mediasi dengan manajemen rumah sakit.
Namun hingga kini, permasalahan belum menemui titik temu.

“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, dari mediasi sampai meminta langsung, tapi tetap saja deadlock. Jaspel dua bulan terakhir belum disalurkan, bahkan sebelumnya pun sering tidak tepat waktu,” ungkapnya kepada wartawan, sesuai yang diliris banpos.co, Rabu (24/9/2025).
Menurutnya, selain jaspel tuntutan lain yang disuarakan para tenaga kesehatan yakni soal kenaikan gaji, pembayaran lembur, hingga pemenuhan hak-hak karyawan lainnya.
“Bahkan yang terkecil pun belum kami dapatkan. Ada juga pernyataan bernada intimidasi dari pihak direktur. Misalnya kalau tidak mengikuti arahan, dipersilakan meninggalkan rumah sakit. Itu jelas bahasa yang tidak pantas didengar,” kata Ricky.
Meski menyuarakan aksi protes, para tenaga kesehatan memastikan pelayanan pasien tetap berjalan normal. Dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) hingga rawat inap, pelayanan tetap diberikan.
“Kami tetap mengutamakan keselamatan pasien. Ada perwakilan di tiap ruangan yang standby, jadi kami pastikan tidak ada pasien yang terlantar,” terangnya.
Ia menambahkan, bila tuntutan para perawat tidak segera dipenuhi, pihaknya berencana menggelar aksi lanjutan dengan skala lebih besar.
“Kalau dari kami, kalau tuntutan ini tidak direalisasikan oleh pihak rumah sakit, ya yang pasti kami akan mengadakan aksi yang lebih besar daripada ini,” tandasnya.
Terpisah, Direktur RS Misi Lebak, Totot Moenardi mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah bermaksud menghapus pembayaran Jasa Pelayanan (Jaspel) bagi karyawan.
Namun, kondisi keuangan rumah sakit saat ini tengah mengalami tekanan cukup berat, dengan catatan kerugian mencapai sekitar Rp1,2 miliar.
“Bukan berarti manajemen tidak mau membayarkan Jaspel, tetapi saat ini rumah sakit memang sedang merugi,” tutur Totot ketika ditemui di ruang kerjanya.
Menurutnya, mekanisme pemberian Jaspel tetap mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara karyawan dengan pihak manajemen.
Karena itu, pembayaran harus diatur dan menyesuaikan dengan kemampuan keuangan rumah sakit.
“Untuk bulan ini, Jaspel belum bisa dibagikan. Hal ini sesuai ketentuan pada pasal 12 ayat 6, yang menyebutkan bahwa selain upah, rumah sakit dapat memberikan insentif dengan sistem perhitungan yang ditetapkan manajemen dan menyesuaikan kemampuan keuangan,” pungkasnya. (IR)
Sumber : Media online banpos.co