News

Tenaga Kesehatan Perlu Dilindungi & Dihormati, Perawat Bukan Jadi Pelampiasan Amarah

Oleh Admin Senin, 22 September 2025


Infokom DPP PPNI - Kepedulian pemerintah bersama pihak terkait terhadap tindakan masyarakat kepada tenaga medis dan tenaga kesehatan diperlukan pada saat ini.

Mengingat kasus penganiayaan Perawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar - Sulawesi Selatan kembali mengundak perhatian publik. 

Dimana seorang pria berinisial MAR (23) tega memiting leher dan membanting seorang Perawat setelah ayahnya meninggal dunia. 

Pelaku penganiayaan yang sempat dua kali mangkir akhirnya ditangkap secara paksa oleh polisi. Tentunya peristiwa ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap tenaga kesehatan di Indonesia dan menyoroti lemahnya perlindungan bagi mereka yang bekerja di garis depan pelayanan kesehatan.

Berkaitan kekerasan terhadap tenaga kesehatan, khususnya Perawat, agar tidak dapat dianggap wajar.

Sudah saatnya negara memperkuat perlindungan hukum, rumah sakit memperketat keamanan, dan masyarakat belajar menahan emosi serta menghormati profesi medis yang vital bagi kehidupan.

Perawat sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan. Mereka bekerja di bawah tekanan besar, terutama ketika menangani pasien kritis.

Pada kasus kali ini, Perawat sudah berupaya sesuai prosedur: memasang alat bantu pernapasan, memantau kondisi pasien, hingga melakukan resusitasi saat henti napas.

Namun sayangnya, alih-alih mendapat penghargaan, Perawat tersebut justru menjadi korban penganiayaan keluarga pasien.

Tindakan kekerasan terhadap tenaga medis bukanlah hal baru. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 2022 melaporkan peningkatan 30 persen kasus kekerasan terhadap tenaga medis.

Sedangkan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mencatat delapan kasus kekerasan fisik serius dalam setahun, mulai dari pengeroyokan, penyiraman bensin, hingga pembacokan.

Sementara itu, Komnas Perempuan mendata 25 kasus kekerasan terhadap Perawat perempuan sepanjang 2020–2024.

Melalui data ini menegaskan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan sudah menjadi persoalan sistemik.

Wajar jika keluarga pasien diliputi emosi saat kehilangan orang tercinta. Namun, duka tidak bisa dijadikan alasan untuk melampiaskan amarah pada tenaga kesehatan.

Perilaku semacam ini tidak menyelesaikan masalah, justru menambah luka baru bagi orang lain.

Untuk itulah, rumah sakit harus mengambil langkah konkret. Pertama, memperketat sistem keamanan dengan menambah personel satpam di ruang rawat kritis, memasang CCTV di area pelayanan, serta menyediakan tombol darurat (panic button) yang bisa segera digunakan tenaga kesehatan saat terancam.

Kedua, rumah sakit wajib menetapkan aturan tegas bagi keluarga pasien.

Diimana sejak awal perawatan, keluarga harus diberi pemahaman, baik secara tertulis seperti poster maupun secara lisan, bahwa tindak kekerasan terhadap tenaga kesehatan tidak dapat dibenarkan dan memiliki konsekuensi hukum yang serius.

Dengan adanya kasus ini menjadi alarm keras bahwa perlindungan tenaga kesehatant masih lemah. Mereka berhak bekerja dengan rasa aman, tanpa dihantui ancaman kekerasan dari pihak yang seharusnya memahami perjuangan mereka.

Adanya kekerasan terhadap tenaga kesehatan bukan sekadar masalah individu, tetapi ancaman terhadap kualitas layanan medis secara keseluruhan.

Sudah saatnya pemerintah, rumah sakit, dan masyarakat bersinergi menciptakan lingkungan yang aman dan menghargai profesi medis. Jadi Perawat bukan tempat melampiaskan emosi, mereka adalah pahlawan kemanusiaan yang pantas dihormati. (IR)


Sumber : Media online tribunnew.com




Dikembangkan oleh ppnipusat.or.id - Departemen Teknologi Informasi © Copyright 2023